Minggu, 30 April 2017

Makalah Pembentukan Karakter Dalam Pembelajaran IPS di Kelas Tinggi

PEMBENTUKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI KELAS TINGGI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendalaman IPS
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Momoh Halimah, M.Pd.







Disusun Oleh :
Sri Intan Gustina (1403467)




PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2017
Jalan Dadaha No.18 Kota Tasikmalaya 46115 Jawa Barat



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang karena limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
 Dalam penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari dukungan moral dan materi yang di berikan dari semua pihak. Atas dasar itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini hingga selesai. Walaupun pada mulanya penyusun mengalami kesulitan dalam menyatukan dan memahami tulisan-tulisan dari berbagai sumber, namun alhamdulillah tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari segala pihak guna membantu perbaikan untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca umumnya. Dan Semoga makalah yang di sajikan ini dapat sesuai dengan indikator yang di harapkan.

                                



Tasikmalaya,  08 April 2017

                                                                                            Penyusun



DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...........................................................................1
B.     Rumusan Masalah......................................................................2
C.     Tujuan Penulisan........................................................................2
D.    Metodologi Penulisan................................................................2
BAB II            PEMBAHASAN
A. Makna Pendidikan IPS................................................................3
B.  Makna Pendidikan Karakter.....................................................5
C.  Karakteristik Pendidikan IPS SD...............................................7
D. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar...................................................................8
E.  Peta Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran IPS Pada Pendidikan Dasar  Kelas Tinggi ..................................................................................10

BAB III          PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................17
B.  Saran .........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena itu, pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan bisa juga dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam keseluruhan proses yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, harus dirancang dan diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka pembentukan karakter peserta didik sehingga beragama, beretika, bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat, maka pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik dan harus mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya guna mewujudkan insan-insan Indonesia yang berkarakter mulia.
Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang oleh Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona, 1991: 51). Karena itulah, semua mapel yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah harus bermuatan pendidikan karakter yang bisa membawanya menjadi manusia yang berkarakter seperti yang ditegaskan oleh Lickona tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Dari judul makalah ini, dapat di identifikasi ada beberapa yang akan dibahas yaitu diantaranya :
1.     Apa makna pendidikan IPS ?
2.     Apa makna pendidikan karakter ?
3.    Bagaimana Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ?
4.       Bagaimana Peta Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran IPS Pada Pendidikan Dasar  Kelas Tinggi ?
C.    Tujuan Pembahasan
Adapun  tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini :
1.                  Untuk memenuhi syarat mata kuliah Pendalaman Ilmu Pengetahuan Sosial
2.                  Mengembangkan wawasan baik teori maupun praktek pendidikan.
3.                  Untuk menjawab persoalan-persoalan dari rumusan masalah yang didapat.
4.                  Menjadikan karya tulis ini sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan.
D.           Metodologi Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, pembahasannya menggunakan metode deskriptif yakni pemaparan yang berkenaan dengan masalah yang diuraikan dan teknik libery riset (tinjauan pustaka).


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Makna Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak dapat dilepaskan dari sejarah munculnya mata pelajaran Social Studies di Amerika Serikat tahun 1962-an. Berangkat dari pemahaman dan kajian serta bagaimana peran mata pelajaran Social Studies itu, di Indonesia kemudian diperkenalkan dan dikembangkanmata pelajaran IPS. Secara historis, istilah IPS ini muncul di Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1975 sebagai pembaharuan Kurikulum 1968 di sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran di sekolah yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang Ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan. Oleh karena itu, IPS dapat dikatakan sebagai studi mengenai perpaduan antara ilmu-ilmu dalam rumpun Ilmu-ilmu sosial dan juga humaniora untuk melahirkan pelakupelaku sosial yang dapat berpartisipasi  dalam memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan. Bahan kajiannya menyangkut peristiwa, seperangkat fakta, konsep dan generalisasi yang berkait dengan isu-isu aktual, gejala dan masalah-masalah atau realitas social serta potensi daerah.
Selanjutnya dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat (penjelasan pasal 37).
Sementara itu, kalau mengacu pada kajian Social Studies, National Council for Social Studies (NCSS) dijelaskan sebagai berikut.
"Social studies are the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and the natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world “ (1994: 3).
 Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa:
1.      Ilmu Pengetahuan Sosial adalah studi integrasi dari ilmu-ilmu sosial dalam  kemanusiaan untuk meningkatkan kemampuan warganya.
2.      Dalam lingkup program sekolah, Ilmu Pengetahuan Sosial memberikan studi yang terkoordinasi dan sistematis yang menekankan pada disiplin-sisiplin ilmu antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi maupun isi terapan dari humaniora, matematika dan ilmu murni.
        Melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, siswa diajarkan untuk menjadi warga Negara Indonesia yang baik dan penuh kedamaian. Ilmu Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan transisi kehidupan menuju pada kehidupan yang lebih dewasa dalam upaya membentuk karakter bangsa yang sesuai dengan prinsip dan semangat nasional. Dengan demikian para siswa dalam pembelajaran IPS terlatih untuk menyelesaikan persoalan sosial dengan pendekatan secara holistik dan terpadu dari berbagai sudut pandang.
        Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari pendidikan dasar, Ellis (1997: 6) menjelaskan tujuan pembelajaran IPS  adalah:
Social studies is designed to help children explain their world. By organization he basically meant the ability to understand and classify things with respect to how they work. Adaptation refers to the process of accommodating one self to one’s environment. A child who enters school has already adapted considerably to the environment through speech, dress, rules at home, and so forth but school is designed to expand such adaptation greatly through formal learning processes, social, emotional, and physical”.
        Pernyataan di atas menjelaskan bahwa tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar mampu beradaptasi, peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
      Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2.      Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3.      Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4.      Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5.      Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
B.            Makna Pendidikan Karakter
Dengan mencermati uraian tentang pengertian dan tujuan IPS, akan terlihat bahwa pendidikan IPS sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Hal ini terlihat pada rumusan tujuannya, bahwa pendidikan karakter atau pendidikan nilai juga bertujuan agar peserta didik menjadi warga negara yang baik. Bahkan, secara tegas Gross menyatakan, “Values Education as social studies “to prepare students to bewell-fungtioning citizens in democratic society” (Darmadi, 2007:8). Istilah pendidikan nilai ini sering disamakan dengan pendidikan religius, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlak mulia, pendidikan moral atau pendidikan karakter itu sendiri. Pendidikan karakter, pendidikan moral, atau pendidikan budi pekerti itu dapat dikatakan sebagai upaya untuk mempromosikan dan menginternalisasikan nilai-nilai utama, atau nilai-nilai positif kepada warga masyarakat agar menjadi warga bangsa yang percaya diri, tahan uji dan bermoral tinggi, demokratis dan bertanggung jawab serta survive dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan dan pemanusiaan.
Istilah karakter adalah istilah yang baru digunakan dalam wacana Indonesia dalam lima tahun terakhir ini. Istilah ini sering dihubungkan dengan istilah akhlak, etika, moral, atau nilai. Karakter juga sering dikaitkan dengan masalah kepribadian, atau paling tidak ada hubungan yang cukup erat antara karakter dengan kepribadian seseorang.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya.
Dengan makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Doni Koesoema, 2007: 80). Seiring dengan pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar, pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang yang sudah taken for granted. Sementara itu, sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter yang baik.
Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Karakter mulia (good character), dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dalam proses perkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah RI, 2010: 7).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Menurut Ahmad Amin (1995: 62) bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education).
Nilai-Nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter Pemerintah Indonesia telah merumusan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan (Pemerintah RI, 2010: 21).
Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.         Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik; 
b.         Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif; 
c.         Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan 
d.         Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa).
Dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.
C.        Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, telah diupayakan inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah: 
a.         Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran. 
b.         Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik. 
c.         Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Dari ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik (Mulyasa, 2011: 59)
Di samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah, seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, yakni menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri sehingga memerlukan adanya rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan penilaiannya di sekolah. Model ini tidaklah gampang dan akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi sekian banyak mata pelajaran. Karena itulah, model integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibanding dengan model subject matter.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
1.         Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Secara praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran.
2.         Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan  pembelajaran  dari  tahapan  kegiatan  pendahuluan,  inti, dan penutup dipilih  dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan  diaplikasikan  pada semua  tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
3.         Tahap Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi  atau  penilaian  merupakan  bagian  yang  sangat  penting  dalam  proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip  penilaian  yang  benar  sesuai  dengan  standar  penilaian  yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat  dipedomani  oleh  guru  dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaianyang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert).
Adapun tujuan mata pelajaran IPS di SD/ MI ditetapkan sebagai berikuut :
1.         Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
2.         Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3.         Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4.         Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Menurut Sapriya menganalisis bahwa “secara konseptual, melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai”.24
Bertolak dari pendapat diatas pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) dapat pula dimasukkan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter, karena dimana sesuai dengan tujuan dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap masyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena pembelajaran IPS juga terdapat unsur-unsur nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik, menurut Sumaatmadja nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS adalah nilai Ke-Tuhanan, nilai edukatif, nilai praktis, nilai filsafat dan nilai teoritis.25 nilai-nilai dalam pembelajaran IPS tersebut sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, sehingga melalui pembelajaran IPS ini dalam pembelajaran seorang guru harus bisa dalm menanamkan unsur-unsur nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS.
D.        Peta Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran IPS Pada Pendidikan Dasar  Kelas Tinggi
  Bahwa karakter diyakini sebagai keadaan psikho-fisis yang dapat ditumbuhkembangkan dengan upaya komprehensif. Sebagai gejala psikhologi, karakter setiap individu akan berubah sesuai dengan proses perjalanan kehidupan yang amat dipengaruhi oleh kecenderungan lingkungan. Perubahan menuju ke arah karakter yang diinginkan diibaratkan sebagai beras yang ditumbuk. Bahwa sesungguhnya putihnya beras bukan karena tertumbuk oleh “alu” (antan) atau penumbuknya, melainkan karena bergesekan dengan sesamanya. Sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, peserta didik memerlukan situasi pendidikan yang mendorong dirinya untuk mampu berkembang sesuai dengan potensi masing-masing. Oleh karena itu, pendidikan merupakan upaya sadar dalam membangun kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadi interaksi peserta didik secara komprehensif.
Untuk mencapai arah yang diinginkan perlu tahap-tahap yang harus dilalui sesuai dengan perkembangan dan kematangan anak secara individu dan sosial. Pendidikan menengah atas (SMA) merupakan tahap yang cukup strategis dalam melakukan upaya pendidikan karakter bangsa, mengingat mereka sedang memasuki usia remaja sebagai fase pencarian bentuk dan jati diri. Jika posisi strategis ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para pemangku kepentingan pendidikan, tidak ayal jika tujuan pendidikan karakter bangsa akan dapat dicapai secara optimal, tanpa mengesampingkan pendidikan pada level di bawah dan di atasnya.  Bahkan keberhasilan pendidikan karakter bangsa hanya dapat dicapai melalui kesinambungan tripusat pendidikan yang komprehensif yakni, pendidikan informal dalam keluarga, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan non formal dalam masyarakat.
            Berdasarkan hal di atas, berikut adalah gambaran keterkaitan antara mata pelajaran IPS dengan nilai yang dapat dikembangkan untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Mata Pelajaran
Kelas Rendah (1-3)
Kelas Tinggi (4-5)
Ilmu Pengetahuan Sosial
(Sumber: Paskur, 2010)
Religius
Religius

Toleransi
Toleransi

Kerja Keras
Disiplin

Kreatif
Kreatif

Bersahabat/ komunikatif
Demokratis

Kasih sayang
Rasa ingin tahu

Rukun (persatuan)
Semangat Kebangsaan

Tahu diri
Menghargai prestasi

Penghargaan
BersahabatSenang membaca

Lebahagiaan
Peduli lingkungan

Kerendahan Hati





























BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
            Jika  pelaksanaan  pendidikan  karakter  di  sekolah  sebagai  bagian  dari  reformasipendidikan,  maka reformasi  pendidikan  karakter  bisa diibaratkan  sebagai  pohon  yang memiliki empat bagian penting, yaitu akar, batang, cabang dan daun. Akar reformasi adalah landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan karakter harus jelas dan dipahami oleh masyarakat penyelenggara dan pelaku pendidikan. Batang reformasi berupa mandat dari pemerintah selaku penanggung jawab penyelenggara pendidikan nasional. Dalam hal ini standar dan tujuan dilaksanakannya pendidikan karakter harus jelas, transparan, dan akuntabel.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa Indonesia  adalah  Pancasila, sehingga pendidikankarakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagai bangsa yang beragama, pengembangan karakter bangsa tidak bisa dilepaskan dari ajaran agamanya. Karena itulah, pendidikan karakter yang religius (religious based character) harus didasarkan pada nilai-nilai karakter yang terkandung dalam keseluruhan ajaran agama yang dianut peserta  didik. Pengembangan karakter di sekolah  menjadi  sangat penting  mengingat di sinilah peserta  didik  mulai  berkenalan dengan berbagai bidang kajian keilmuan. Pada masa ini pula peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai manusia yang mulai beranjak dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya. Dengan berbekal nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses  pembelajaran di kelas  dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada jenjangpendidikan yang lebih tinggi.
B.        Saran
            Penerapan pendidikan karakter khususnya di Sekolah Dasar tentunya menjadi salahsatu hal yang perlu disoroti oleh kita selaku calon pendidik. Output keberhasilan mengajar pendidik adalah kepemilikan atas pengetahuan yang dimiliki siswa yang selaras dengan karakter-karakter yang diharapkan. Oleh karena itu, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis, umumnya kepada para pembaca agar dapat memperoleh informasi terkait bagaimana cara membentuk pendidikan berkarakter pada siswa Sekolah Dasar khususnya di kelas tinggi.


















                                                                                                      





DAFTAR PUSTAKA
Ahmad  Amin.  1995.  Etika  (Ilmu  Akhlak).  Terj.  oleh  Farid  Ma’ruf.  Jakarta:  Bulan Bintang. Cet. VIII. 
Dit PSMP Kemdiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajarandi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP Kemdiknas. 
Doni  Koesoema  A.  2007.  Pendidikan  Karakter:  Strategi  Mendidik  Anak  di  Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I. 
Echols, M. John & Shadily, H. 1995. Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia. Cet. XXI. 
Frye, Mike at all. (Ed.) 2002. Character Education: Informational Handbook and Guide for Support  and  Implementation  of  the  Student  Citizent  Act  of  2001.  North Carolina: Public Schools of North Carolina. 
Kemdiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: KementerianPendidikan Nasional. 
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.  New  York,  Toronto,  London,  Sydney,  Aucland:  Bantam books. 
Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. 
Pemerintah  Republik  Indonesia.  2010.  Kebijakan  Nasional  Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas. 
http://magister-pendidikan.blogspot.co.id/2013/09/pengintegrasian-pendidikan-karakter.html Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah, diakses pada 08 April 2017 pukul 17:25 WIB.
http://mikailahaninda.blogspot.co.id/2015/03/ips-dan-pendidikan-karakter.html  IPS dan Pendidikan Karakter, diakses pada 08 April 2017 puku 17.32 WIB.








































Tidak ada komentar:

KEMAJEMUKAN RAS DAN ETNIK MASYARAKAT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1  Latar belakang Suku bangsa adalah bagian dari suatu bangsa.Suku bangsa mempunyai ciri-ciri mendasar tertentu.Cir...