PEMBENTUKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI KELAS TINGGI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendalaman IPS
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Momoh Halimah, M.Pd.
Disusun Oleh :
Sri Intan Gustina (1403467)
PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2017
Jalan Dadaha No.18 Kota Tasikmalaya 46115 Jawa Barat
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kehadirat Allah SWT yang karena limpahan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam penyusunan
makalah ini tentu tidak terlepas dari dukungan moral dan materi yang di berikan
dari semua pihak. Atas dasar itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini hingga selesai.
Walaupun pada mulanya penyusun mengalami kesulitan dalam menyatukan dan
memahami tulisan-tulisan dari berbagai sumber, namun alhamdulillah tulisan ini
dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari
bahwa pembuatan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari segala pihak guna membantu
perbaikan untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan bagi para pembaca umumnya. Dan Semoga makalah yang di sajikan
ini dapat sesuai dengan indikator yang di harapkan.
Tasikmalaya, 08 April 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL
KATA
PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...........................................................................1
B. Rumusan
Masalah......................................................................2
C. Tujuan
Penulisan........................................................................2
D. Metodologi
Penulisan................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Makna Pendidikan IPS................................................................3
B. Makna
Pendidikan Karakter.....................................................5
C.
Karakteristik
Pendidikan IPS SD...............................................7
D. Pengintegrasian Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar...................................................................8
E. Peta Nilai Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran IPS Pada Pendidikan Dasar Kelas Tinggi ..................................................................................10
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................17
B. Saran
.........................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu
yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena
itu, pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia.
Pendidikan bisa juga dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam
keseluruhan proses yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan
menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau
karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin
tanpa melalui proses pendidikan.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, harus dirancang dan
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka
pembentukan karakter peserta didik sehingga beragama, beretika, bermoral, dan
sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat, maka pendidikan harus
dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik dan harus
mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya guna mewujudkan insan-insan
Indonesia yang berkarakter mulia.
Pendidikan
karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang oleh Thomas Lickona
disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona, 1991: 51).
Karena itulah, semua mapel yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah harus
bermuatan pendidikan karakter yang bisa membawanya menjadi manusia yang
berkarakter seperti yang ditegaskan oleh Lickona tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari judul makalah ini, dapat di
identifikasi ada beberapa yang akan dibahas yaitu diantaranya :
1. Apa makna pendidikan
IPS ?
2. Apa makna pendidikan
karakter ?
3. Bagaimana
Pengintegrasian
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ?
4. Bagaimana Peta Nilai
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan Mata Pelajaran IPS Pada
Pendidikan Dasar Kelas Tinggi ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini :
1.
Untuk memenuhi syarat mata kuliah Pendalaman
Ilmu Pengetahuan Sosial
2.
Mengembangkan wawasan baik teori maupun
praktek pendidikan.
3.
Untuk menjawab persoalan-persoalan dari
rumusan masalah yang didapat.
4.
Menjadikan karya tulis ini sebagai salah
satu sumber ilmu pengetahuan.
D.
Metodologi
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini, pembahasannya menggunakan metode deskriptif yakni
pemaparan yang berkenaan dengan masalah yang diuraikan dan teknik libery riset
(tinjauan pustaka).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Pembelajaran IPS
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) tidak dapat dilepaskan dari sejarah munculnya mata
pelajaran Social Studies di Amerika Serikat tahun 1962-an. Berangkat dari
pemahaman dan kajian serta bagaimana peran mata pelajaran Social Studies itu,
di Indonesia kemudian diperkenalkan dan dikembangkanmata pelajaran IPS. Secara
historis, istilah IPS ini muncul di Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum
1975 sebagai pembaharuan Kurikulum 1968 di sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial
adalah mata pelajaran di sekolah yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan
realitas sosial dengan pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai
cabang Ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah,
geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan. Oleh karena itu, IPS
dapat dikatakan sebagai studi mengenai perpaduan antara ilmu-ilmu dalam rumpun
Ilmu-ilmu sosial dan juga humaniora untuk melahirkan pelakupelaku sosial yang
dapat berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan.
Bahan kajiannya menyangkut peristiwa, seperangkat fakta, konsep dan
generalisasi yang berkait dengan isu-isu aktual, gejala dan masalah-masalah
atau realitas social serta potensi daerah.
Selanjutnya
dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi
sosial masyarakat (penjelasan pasal 37).
Sementara
itu, kalau mengacu pada kajian Social Studies, National Council for Social
Studies (NCSS) dijelaskan sebagai berikut.
"Social studies are the integrated study of
the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the
school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing
upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography,
history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and
sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and
the natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people
develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good
as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent
world “ (1994: 3).
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa:
1. Ilmu
Pengetahuan Sosial adalah studi integrasi dari ilmu-ilmu sosial dalam kemanusiaan untuk meningkatkan kemampuan
warganya.
2. Dalam
lingkup program sekolah, Ilmu Pengetahuan Sosial memberikan studi yang
terkoordinasi dan sistematis yang menekankan pada disiplin-sisiplin ilmu
antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, hukum, filsafat, ilmu politik,
psikologi, agama dan sosiologi maupun isi terapan dari humaniora, matematika
dan ilmu murni.
Melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, siswa diajarkan untuk menjadi
warga Negara Indonesia yang baik dan penuh kedamaian. Ilmu Pengetahuan Sosial
diperlukan bagi keberhasilan transisi kehidupan menuju pada kehidupan yang
lebih dewasa dalam upaya membentuk karakter bangsa yang sesuai dengan prinsip
dan semangat nasional. Dengan demikian para siswa dalam pembelajaran IPS
terlatih untuk menyelesaikan persoalan sosial dengan pendekatan secara holistik
dan terpadu dari berbagai sudut pandang.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari pendidikan
dasar, Ellis (1997: 6) menjelaskan tujuan pembelajaran IPS adalah:
“Social studies is designed to help children
explain their world. By organization he basically meant the ability to
understand and classify things with respect to how they work. Adaptation refers
to the process of accommodating one self to one’s environment. A child who
enters school has already adapted considerably to the environment through
speech, dress, rules at home, and so forth but school is designed to expand
such adaptation greatly through formal learning processes, social, emotional,
and physical”.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial
adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar mampu beradaptasi, peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri
maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki
sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai
manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya,
melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2.
Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang
diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah sosial.
3.
Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4.
Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu
membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5.
Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar
survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
B.
Makna Pendidikan Karakter
Dengan
mencermati uraian tentang pengertian dan tujuan IPS, akan terlihat bahwa
pendidikan IPS sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Hal
ini terlihat pada rumusan tujuannya, bahwa pendidikan karakter atau pendidikan
nilai juga bertujuan agar peserta didik menjadi warga negara yang baik. Bahkan,
secara tegas Gross menyatakan, “Values Education as social studies “to prepare
students to bewell-fungtioning citizens in democratic society” (Darmadi,
2007:8). Istilah pendidikan nilai ini sering disamakan dengan pendidikan
religius, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlak mulia, pendidikan moral
atau pendidikan karakter itu sendiri. Pendidikan karakter, pendidikan moral,
atau pendidikan budi pekerti itu dapat dikatakan sebagai upaya untuk
mempromosikan dan menginternalisasikan nilai-nilai utama, atau nilai-nilai
positif kepada warga masyarakat agar menjadi warga bangsa yang percaya diri,
tahan uji dan bermoral tinggi, demokratis dan bertanggung jawab serta survive
dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan
proses pembudayaan dan pemanusiaan.
Istilah
karakter adalah istilah yang baru digunakan dalam wacana Indonesia dalam lima
tahun terakhir ini. Istilah ini sering dihubungkan dengan istilah akhlak,
etika, moral, atau nilai. Karakter juga sering dikaitkan dengan masalah
kepribadian, atau paling tidak ada hubungan yang cukup erat antara karakter
dengan kepribadian seseorang.
Secara
etimologis, kata karakter (Inggris:
character) berasal dari bahasa Yunani (Greek),
yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan & Bohlin, 1999:
5). Kata “to engrave” bisa
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols &
Shadily, 1995: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan
dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka,
ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan
demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasar
untuk membedakan seseorang dari yang lainnya.
Dengan
makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian
merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada
masa kecil dan bawaan sejak lahir (Doni Koesoema, 2007: 80). Seiring dengan
pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya
karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia
itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu
akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar, pendidikan karakter tidak ada
gunanya, karena tidak akan mungkin merubah karakter orang yang sudah taken for
granted. Sementara itu, sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda, yakni
bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter
menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter yang baik.
Secara
terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona yang
mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner disposition to respond to
situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character
so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and
moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Karakter mulia (good character), dalam
pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu
menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya
benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan
motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dalam
proses perkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara
mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.
Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga,
serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan
ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,
kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan
(Pemerintah RI, 2010: 7).
Dari
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak,
sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang
meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan,
dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Menurut Ahmad
Amin (1995: 62) bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya akhlak
(karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk
pembiasaan sikap dan perilaku. Dari konsep karakter ini muncul konsep
pendidikan karakter (character education).
Nilai-Nilai
Dasar dalam Pendidikan Karakter Pemerintah Indonesia telah merumusan kebijakan
dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil
keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah
rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan,
olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan
proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru
disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan
kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan
(Pemerintah RI, 2010: 21).
Nilai-nilai
karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian
tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Karakter
yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah,
adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil
resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
b. Karakter
yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif,
ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;
c. Karakter
yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat,
sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif,
kompetitif, ceria, dan gigih; dan
d. Karakter
yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling
menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis,
peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja
keras, dan beretos kerja.
Dari
nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama
yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di
sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari
olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa).
Dengan
demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan
dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan
tugas yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu
yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.
C. Pengintegrasian Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pengintegrasian
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Merespons sejumlah kelemahan dalam
pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), terutama
melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan,
telah diupayakan inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
a. Pendidikan
karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi
yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata
pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi
dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas
untuk semua mata pelajaran.
b. Pendidikan
karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta
didik.
c. Selain
itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan
di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Dari
ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan
dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan
karakter dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui
proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu
model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua
guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata pelajaran juga
disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik
(Mulyasa, 2011: 59)
Di
samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah,
seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, yakni
menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri sehingga
memerlukan adanya rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar kompetensi
dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan
penilaiannya di sekolah. Model ini tidaklah gampang dan akan menambah beban
peserta didik yang sudah diberi sekian banyak mata pelajaran. Karena itulah,
model integrasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran dinilai lebih efektif
dan efisien dibanding dengan model subject matter.
Integrasi
pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.
1. Tahap
Perencanaan
Pada
tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan
silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar
berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai
karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang
bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak
dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada
pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam
memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Secara
praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah
dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) karakter tepat di sebelah
kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling
kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang hendak
diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya
terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi
dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian,
diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang
hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan
menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses
pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik
mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di
depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan
diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi
terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu,
perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan
nilai-nilai bagi peserta didik.
3. Tahap Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi
atau penilaian merupakan bagian yang sangat
penting dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter,
penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya
menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif
dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif
dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil
penilian yang dilakukan guru bisa benar dan objektif, guru harus memahami
prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai
dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh
para ahli penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar
Penilaian Pendidikan yang dapat dipedomani oleh guru
dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam standar ini banyak teknik
dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian, termauk dalam
penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya membuat instrumen
penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari
penilaianyang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan
(lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala
Likert).
Adapun
tujuan mata pelajaran IPS di SD/ MI ditetapkan sebagai berikuut :
1. Mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
2. Memiliki
kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry dan
keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Menurut Sapriya menganalisis bahwa “secara konseptual,
melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga Negara
yang demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia yang cinta
damai”.24
Bertolak dari pendapat diatas pembelajaran Ilmu
pengetahuan Sosial (IPS) dapat pula dimasukkan nilai-nilai yang ada dalam
pendidikan karakter, karena dimana sesuai dengan tujuan dari pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena pembelajaran IPS juga terdapat
unsur-unsur nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik, menurut
Sumaatmadja nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS adalah
nilai Ke-Tuhanan, nilai edukatif, nilai praktis, nilai filsafat dan nilai
teoritis.25 nilai-nilai dalam pembelajaran IPS tersebut sangat sesuai dengan
nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, sehingga melalui pembelajaran
IPS ini dalam pembelajaran seorang guru harus bisa dalm menanamkan unsur-unsur
nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS.
D. Peta Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Berdasarkan
Mata Pelajaran IPS Pada Pendidikan Dasar Kelas Tinggi
Bahwa karakter diyakini sebagai keadaan psikho-fisis yang dapat
ditumbuhkembangkan dengan upaya komprehensif. Sebagai gejala psikhologi,
karakter setiap individu akan berubah sesuai dengan proses perjalanan kehidupan
yang amat dipengaruhi oleh kecenderungan lingkungan. Perubahan menuju ke arah
karakter yang diinginkan diibaratkan sebagai beras yang ditumbuk. Bahwa
sesungguhnya putihnya beras bukan karena tertumbuk oleh “alu” (antan) atau
penumbuknya, melainkan karena bergesekan dengan sesamanya. Sebagai makhluk
individu sekaligus makhluk sosial, peserta didik memerlukan situasi pendidikan
yang mendorong dirinya untuk mampu berkembang sesuai dengan potensi
masing-masing. Oleh karena itu, pendidikan merupakan upaya sadar dalam membangun
kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadi interaksi peserta didik secara
komprehensif.
Untuk mencapai arah yang diinginkan perlu tahap-tahap yang harus dilalui
sesuai dengan perkembangan dan kematangan anak secara individu dan sosial.
Pendidikan menengah atas (SMA) merupakan tahap yang cukup strategis dalam
melakukan upaya pendidikan karakter bangsa, mengingat mereka sedang memasuki
usia remaja sebagai fase pencarian bentuk dan jati diri. Jika posisi strategis
ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para pemangku kepentingan pendidikan,
tidak ayal jika tujuan pendidikan karakter bangsa akan dapat dicapai secara
optimal, tanpa mengesampingkan pendidikan pada level di bawah dan di
atasnya. Bahkan keberhasilan pendidikan karakter bangsa hanya dapat dicapai
melalui kesinambungan tripusat pendidikan yang komprehensif yakni, pendidikan
informal dalam keluarga, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan non
formal dalam masyarakat.
Berdasarkan hal di atas, berikut adalah gambaran
keterkaitan antara mata pelajaran IPS dengan nilai yang dapat dikembangkan
untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Mata
Pelajaran
|
Kelas
Rendah (1-3)
|
Kelas
Tinggi (4-5)
|
Ilmu
Pengetahuan Sosial
(Sumber:
Paskur, 2010)
|
Religius
|
Religius
|
|
Toleransi
|
Toleransi
|
|
Kerja Keras
|
Disiplin
|
|
Kreatif
|
Kreatif
|
|
Bersahabat/ komunikatif
|
Demokratis
|
|
Kasih sayang
|
Rasa ingin tahu
|
|
Rukun (persatuan)
|
Semangat Kebangsaan
|
|
Tahu diri
|
Menghargai prestasi
|
|
Penghargaan
|
BersahabatSenang membaca
|
|
Lebahagiaan
|
Peduli lingkungan
|
|
Kerendahan Hati
|
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika pelaksanaan pendidikan karakter
di sekolah sebagai bagian dari reformasipendidikan, maka
reformasi pendidikan karakter
bisa diibaratkan sebagai pohon yang memiliki empat
bagian penting, yaitu akar, batang, cabang dan daun. Akar reformasi adalah
landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan karakter
harus jelas dan dipahami oleh masyarakat penyelenggara dan pelaku pendidikan. Batang
reformasi berupa mandat dari pemerintah selaku penanggung jawab
penyelenggara pendidikan nasional.
Dalam hal ini standar dan tujuan dilaksanakannya pendidikan karakter
harus jelas, transparan, dan akuntabel.
Lingkungan
sosial dan budaya bangsa Indonesia adalah
Pancasila, sehingga pendidikankarakter
bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dan yang tidak kalah
pentingnya, sebagai bangsa yang beragama, pengembangan karakter bangsa tidak
bisa dilepaskan dari ajaran agamanya. Karena itulah, pendidikan karakter
yang religius (religious based character) harus didasarkan pada nilai-nilai
karakter yang terkandung dalam keseluruhan ajaran agama yang dianut peserta
didik. Pengembangan karakter di sekolah menjadi sangat
penting mengingat di sinilah peserta didik mulai
berkenalan dengan berbagai bidang kajian keilmuan. Pada masa ini pula
peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai manusia yang mulai beranjak
dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya. Dengan berbekal nilai-nilai
karakter mulia yang diperoleh melalui proses pembelajaran di
kelas dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang
berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada
jenjangpendidikan yang
lebih tinggi.
B. Saran
Penerapan
pendidikan karakter khususnya di Sekolah Dasar tentunya menjadi salahsatu hal
yang perlu disoroti oleh kita selaku calon pendidik. Output keberhasilan
mengajar pendidik adalah kepemilikan atas pengetahuan yang dimiliki siswa yang
selaras dengan karakter-karakter yang diharapkan. Oleh karena itu, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis, umumnya kepada
para pembaca agar dapat memperoleh informasi terkait bagaimana cara membentuk
pendidikan berkarakter pada siswa Sekolah Dasar khususnya di kelas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Amin. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Terj.
oleh Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan Bintang. Cet.
VIII.
Dit PSMP
Kemdiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajarandi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat PSMP
Kemdiknas.
Doni
Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik
Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I.
Echols, M.
John & Shadily, H. 1995. Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia. Cet. XXI.
Frye, Mike
at all. (Ed.) 2002. Character Education: Informational Handbook and Guide for
Support and Implementation of the Student
Citizent Act of 2001. North Carolina: Public
Schools of North Carolina.
Lickona,
Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London,
Sydney, Aucland: Bantam books.
Pemerintah
Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas.
http://magister-pendidikan.blogspot.co.id/2013/09/pengintegrasian-pendidikan-karakter.html Pengintegrasian Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran di Sekolah, diakses pada 08 April 2017 pukul 17:25 WIB.
http://mikailahaninda.blogspot.co.id/2015/03/ips-dan-pendidikan-karakter.html IPS dan Pendidikan Karakter, diakses pada
08 April 2017 puku 17.32 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar